LIGA SUPER DAN ARAH INDUSTRIALISASI SEPAKBOLA INDONESIA
Dengan bergulirnya Liga Super dalam waktu dekat ini, persepakbolaan Indonesia memasuki suatu era baru yang sangat penting. Secara keseluruhan langkah ini merupakan suatu langkah yang tepat menuju kemajuan, profesionalisme dan industrialisasi sepakbola Indonesia. Ada berbagai langkah perubahan praktis yang telah diseriusi oleh Badan Liga Indonesia yang perlu disambut secara positif.
Dengan keputusan yang berani dan benar oleh BLI yang melarang klub-klub peserta Liga Super untuk memperoleh dana dari APBD tali keterkaitan yang tidak sehat antara sepakbola dan kepentingan politik yang selama ini nyata ada, diharapkan dapat diputuskan sekali untuk selamanya. Selain itu penghamburan dana APBD yang seharusnya digunakan untuk hal-hal yang lebih penting dalam mengatasi berbagai krisis dalam negara kita dapat dihentikan.
Hal positif lainnya adalah niat BLI untuk memiliki jadwal musim pertandingan yang jelas dan teratur dari Juli 2008 – sampai Mei 2009 tanpa terpengaruh oleh berbagai pengaruh eksternal seperti Pemilu, Pilkada, bulan puasa, musim libur atau even-even nasional atau dunia yang besar yang selama ini menjadi penghalang terwujudnya suatu liga yang teratur. Secara teknis kepelatihan persepakbolaan, jadwal yang teratur dengan tengang waktu yang jelas akan memungkinkan suatu perencanaan latihan untuk satu musim dengan baik. Selain itu akan ada waktu recovery yang cukup bagi para pemain antara satu pertandingan dengan pertandingan yang lain, serta juga tidak adanya waktu “kosong” yang terlalu lama yang mengganggu ritme permainan dan menimbulkan kejenuhan bagi para pemain.
Suatu sisi perkembangan yang baik lainnya adalah keseriusan untuk melangsungkan liga U-21 antara klub-klub peserta Liga Super. Juga keharusan bagi setiap klub untuk memiliki kesebelasan dalam berbagai kategori U-18, U-16, U-14, U-12 dengan pelaksanaan kompetisi adalah suatu langkah yang sangat tepat demi pembinaan dan peningkatan ”jam terbang bermain” para pemain yunior.
Dari sisi perwasitan langkah BLI agar para wasit langsung dibayar oleh PSSI secara langsung dan bukan oleh tim-tim tuan rumah (seperti yang sering terjadi selama ini) adalah sangat baik untuk meningkatkan independensi dan sportifitas dan meminimalisir kemungkinan suap yang terjadi sesuai dengan peribahasa: “Tangan yang memberi makan, tidak akan digigit”.
Syarat harus memiliki lisensi A bagi para pelatih Liga Super juga merupakan suatu langkah maju demi profesionalisme kepelatihan serta kepemilikan pengetahuan akan persepakbolaan modern yang mutakhir (up to date).
Dari sisi keamanan sistim Liga Super juga memiliki keuntungan dan setidaknya dapat mengurangi bahaya kericuhan. Dengan digunakannya sistim Scudetto (juara) murni di Liga Super (juara adalah dia dengan nilai tertinggi) dibandingkan di masa-masa lalu, dimana partai-partai putaran 8 besar hampir selalu berpotensi menimbulkan kericuhan, maka jumlah partai-partai yang berciri “Final” dalam Liga Super yang sarat dengan luapan emosi tak terkontrol dapat diminimalisir dan setidaknya dapat dikontrol secara lebih baik oleh pihak keamanan.
Menurut hemat saya untuk menuju suatu Liga Super yang modern dan suatu industrialisasi sepakbola Indonesia, maka hal yang paling mendasar dan utama adalah “Trust-Building” atau dengan istilah lain “faktor penciteraan”. Untuk menuju kemajuan sepakbola dan kemandirian Liga Super fokus utama haruslah memenangkan atau memenangkan kembali kepercayaan/citra persepakbolaan Indonesia dari pihak sponsor (perusahaan/pengusaha), pihak penonton dan media masa. Faktor menumbuhkan kepercayaan atau citra ini memiliki banyak aspek yang saling berkaitan yang tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Ini merupakan suatu Pekerjaan Rumah yang besar bagi BLI, tetapi apabila dilakukan secara sungguh dengan meletakkan dasar yang kuat akan membawa sukses yang baik di masa mendatang. Izinkan saya memberikan beberapa catatan pentingnya berbagai faktor demi tercapainya ‘Trust-Building” yang mutlak bagi kemajuan dan kemandirian Liga Super dan yang sangat menentukan untuk memenangkan kembali kepercayaan sponsor, penonton dan media masa.
1. Langkah pengurangan drastis dari sumber dana APBD dari tahun ke tahun harus dapat terlaksana, sehingga nyaris tidak ada lagi, sehingga pada akhirnya hanyalah bersifat bantuan yang tidak mengikat, sehingga tidak lagi memiliki nuansa politis. BLI haruslah bersifat konsisten dalam hal ini dengan bersikap tegas dan adil demi kemandirian klub-klub di Liga Super di masa-masa mendatang. Larangan ini juga harus berlaku bagi Divisi Utama, sehingga BLI jangan sampai “kecolongan”, dimana tim-tim Divisi Utama memiliki anggaran yang lebih besar daripada klub-klub Liga Super yang berakibat banyaknya pemain berkualitas baik yang hengkang ke Divisi Utama, karena honor yang diperoleh disana lebih besar daripada di Liga Super. Selain itu Liga Super haruslah dimulai lebih dahulu atau minimal bersamaan dengan liga Divisi Utama, supaya sungguh terjamin bahwa Liga Super dihuni para pemain berkualitas dan jangan direbut oleh klub-klub Divisi Utama terlebih dahulu.
2. Dalam persepakbolaan Indonesia di akhir tahun 70 an dan awal 80 sudah pernah ada liga Galatama yang berjalan dengan teratur, dengan mutu permainan yang cukup berkualitas, bersifat mandiri secara sponsorship yang berasal dari berbagai perusahaan dan pengusaha secara pribadi serta memiliki sistim penggajian pemain yang realistis, sehingga dapat dibiayai oleh perusahaan-perusahaan atau para pengusaha sponsor tersebut. Memang sangat disayangkan bahwa Galatama kemudian terkena virus perjudian sehingga akhirnya mengalami kemacetan. Tetapi perlu dicatat sudah adanya kemandirian secara finansial pada waktu itu yang berdasarkan suatu biaya pengontrakan pemain yang masuk akal. Menurut hemat saya kontrak gaji pemain dalam liga Indonesia saat ini sangat tidak masuk akal dan berlebihan serta tidak sesuai dengan kualitas para pemainnya yang secara mendasar memiliki kelemahan dalam pemahaman dan visi elementar persepakbolaan (skill, passing, sistim, speed). Para pemain terlalu dimanjakan oleh pasar modal APBD di masa lalu, sehingga terkesan hampir dapat mematok harga seenaknya. Hal ini juga berlaku bagi para pemain asing. Seharusnya maksimal nilai kontrak seorang pemain berlevel Timnas adalah sekitar 300-500 juta setahun. Bukan seperti sekarang yang bisa sampai 2-3 kali lipat. Kalau hal ini tidak diperhatikan oleh BLI, maka akan sangat sulit untuk dapat menggaet sponsor yang bersedia menggelontorkan uang yang sebanyak itu. Para sponsor juga akan ragu apabila kualitas Liga Super dan permainan belum terbukti. Batas maksimal nilai kontrak mungkin perlu dipertimbangkan oleh BLI agar budget tahunan suatu klub Liga Super dapat menjadi realistis dan menarik bagi para sponsor. Apabila Liga Super telah memiliki reputasi yang baik, maka pada akhirnya hukum pasar (tawaran dan permintaan) akan berkuasa seperti yang tengah terjadi di liga-liga Eropa. Namun sebelum itu dapat diwujudkan, maka citra positif Liga Super harus dibangun terlebih dahulu dan para sponsor dibuat tertarik untuk mensponsori klub-klub Liga Super.
3. Dalam Liga Super peningkatan mutu perwasitan dan pengawasan kepemimpinan wasit harus mendapatkan perhatian yang khusus. Dalam hal ini kursus-kursus tambahan bagi para wasit yang ada serta suatu sekolah perwasitan (mungkin dengan waktu sekolah 2 tahun) perlu didirikan untuk mendapatkan dan menyiapkan wasit yang baru dan berkualitas. Juga pemilihan wasit yang memiliki kepribadian yang kuat, tegas dan berkemampuan perlu dikedepankan. Dalam hal ini para wasit dengan latar belakang kepolisian, militer, SGO yang bekepribadian teguh serta bersifat tegas dan yang cenderung dihormati oleh para pemain perlu diprioritaskan. Untuk meningkatkan citra perwasitan Liga Super perlu dilakukan pengontrolan yang kuat terhadap para wasit sampai kepada hal-hal detail seperti penggunaan HP, kontak dengan orang-orang tertentu yang berkaitan dengan suatu pertandingan perlu dilakukan agar keadilan dilapangan dapat menjadi kenyataan. Hal ini akan mendongkrak citra Liga Super.
4. Aspek kenyamanan dan keamanan menonton dalam Liga Super perlu ditata dengan baik pula agar dapat menarik minat penonton untuk menyaksikan suatu pertandingan sepakbola, meskipun harga tiket lebih tinggi yang diperuntukkan untuk turut membiayai budget klub. Ini berarti karcis yang didistribusikan harus sungguh sesuai dengan kapasitas stadion sehingga setiap penonton dapat menonton dengan tenang tanpa harus berdesak-desakan. Ini berarti hak penonton harus mendapat perhatian yang sungguh agar semakin banyak penonton juga dari masyarakat kelas menengah dan atas yang mau datang menonton. Disamping itu perlu dilakukan pengontrolan dengan tegas mengenai barang-barang yang dibawa masuk ke dalam stadion agar tidak membahayakan para pemain maupun sesama penonton. Dalam hal ini pencegahan terhadap segala bentuk kekerasan dan ancaman bahaya perlu menjadi pusat perhatian para petugas keamanan stadion.
5. Aspek lain yang hakiki adalah pentingnya sistim “law dan punishment” (hukum dan hukuman) yang tegas dan konsisten oleh Komisi Displin bagi para pemain dan official yang melanggar peraturan. Para pemain dan official harus sungguh takut hukuman. Baik hukuman kartu kuning dan merah langsung di lapangan, maupun hukuman skorsing dan denda yang diberikan sesudah pertandingan selesai lewat bukti kamera. Segala bentuk menyentuh, mendorong dan bahkan memukul wasit/pemain harus mendapat penghukuman yang keras dan konsisten. Juga para pemain yang tidak ikut bermain, tetapi terlibat pemukulan dll. harus diberikan sanksi yang keras dan konsisten. Semua upaya untuk naik banding dan demi keringanan hukuman yang tidak sesuai dengan aturan harus ditolak secara tegas. Dengan demikian wibawa dan keadilan dalam Liga Super dapat dijamin.
6. Menurut hemat saya ke depan kuota pemain asing yang bermain perlu dipertimbangkan kembali. Adalah lebih baik jika hanya 3 pemain asing yang diizinkan bermain. Alasan saya dalam hal ini adalah karena Liga Super seharusnya menjadi cikal bakal kerangka Timnas yang kuat dan hanya secara sekunder sebagai ajang entertainment sepakbola. Apabila posisi-posisi penting (stopper, playmaker, defensive midfield, striker dan second striker) dalam sebuah klub hampir selalu diisi oleh pemain-pemain asing, maka Indonesia akan kesulitan untuk membentuk suatu Timnas yang solid dan yang mampu berprestasi di dunia internasional.
7. Untuk menjamin suatu kemajuan persepakbolaan Indonesia secara bertahap dan konsisten perlu diadakan kursus-kursus kepelatihan dan “refreshment courses” secara kontinyu bagi para pelatih agar pengetahuan mereka terus berkembang. Dalam hal ini hanya mengandalkan lisensi A saja tidaklah cukup, tetapi sikap belajar secara terus-menerus perlu ditanamkan. Pada saat yang sama perlu ditekankan bahwa Indonesia membutuhkan banyak pelatih yang berkualitas dengan lisensi C, B dan A dalam pembinaan yunior. Karena jika peletakkan dasar kepelatihan pada masa yunior tidak diperhatikan, maka adalah hampir mustahil untuk dapat merubah kualitas seorang pemain secara signifikan di usia dewasa.
8. Perhatian khusus haruslah diberikan kepada pembinaan yunior sebagai masa depan persepakbolaan Indonesia. Disini budaya “instant” haruslah sungguh ditinggalkan. Saya masih ingat ketika saya masih duduk di bangku SMA di Malang pada tahun 1980 Timnas Indonesia masih mampu mengalahkan Jepang dengan skor 3-0. Namun kemudian Jepang mengadaptasi sistim pembinaan yunior model Jerman, sehingga sebagai hasilnya beberapa tahun kemudian Jepang kembali mengalahkan Indonesia dan dalam waktu-waktu sekemudian menjadi raksasa sepakbola Asia dengan seakan tidak pernah kehabisan stok pemain muda. Saya yakin Indonesia juga dapat menjadi negara sepakbola yang tangguh dan bahkan masuk ke Piala Dunia, apabila memberikan perhatian yang serius kepada kepelatihan dan pembinaan yunior yang berkualitas. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan apakah liga U-21 saat ini (yang cocok dengan sistim di Eropa dengan jenjang pembinaan yunior yang sudah baik) mungkin lebih baik “diindonesiakan” menjadi U-23 mengingat faktor kekurangdewasaan banyaknya pemain secara kemampuan bermain sepakbola dan dalam mental bertanding saat masih berada di U-21. Banyak pemain di Indonesia dalam usia antara 21 dan 23 dapat mengalami kemajuan yang pesat secara sepakbola dengan latihan yang berkualitas dan dapat berkembang secara mental melalui pembinaan-pembinaan, sehingga pola U-23 dapat dikatakan lebih cocok untuk Indonesia.
Masa depan Liga Super Indonesia bergantung kepada kerjasama kita semua, yaitu pengurus, sponsor, wasit, pemain, penonton dan pihak keamanan. Bersama kita bisa dalam kejujuran, kesungguhan dan profesionalisme. Dimana ada rasa memiliki, disana juga ada sikap bertanggungjawab! Viva Liga Super dan Indonesia bisa!
Pdt. Dr. Rainer Scheunemann, UEFA - B Coach License
Kelahiran tahun 1966, berkebangsaan Jerman dan dibesarkan di Malang –Jawa Timur dengan meyelesaikan SMP dan SMA PPSP IKIP Malang (1982).
Kuliah Ilmu Theologia dan lulus dengan predikat “magna cum laude” dan menjadi Dosen Sekolah Tinggi Theologia “I.S. Kijne” Jayapura sejak tahun 1995 serta Pendeta Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.
Karier bermain hanya pendek di Divisi I Australia, dan divisi III Jerman karena kemudian melanjutkan kuliah ilmu Theologia Kristen Protestan dan Filsafat.
Lisensi kepelatihan UEFA - B dari FA Inggris (2006)
Istri: Heidi Scheunemann MBA, juara Galanita Indonesia tahun 2005 dengan tim Papua
Anak: seorang putri: Julia Katharina (14 th) dan dua orang putra: Jan Samuel (12 th) dan Benjamin Tobias (9 th)
Sebagai Initiator dan Pelaksana:
1. Liga Mahasiswa Papua (9 kali) dengan 36 kesebelasan (Jan’s Cup)
2. Liga Mahasiwi Papua (7 kali) dengan 16 kesebelasan (Julia’s Cup)
3. Liga Usia Dini (6 kali) kategori usia U-8, U-10, U-12, U-14 (Ben’s Cup)
4. Liga Remaja GKI Cup (3 kali)
Selain itu terlibat sebagai:
-Pelatih tim Mahasiswa dan Junior
- Kommentator Radio Republik Indonesia bagi Persipura Jayapura
- Penasehat Persidafon Dafonsoro, Jayapura (Divisi I)
- Penanggap dan pengamat sepakbola bagi harian Cenderawasih Pos Papua dan Televisi Metro Papua
- Pencipta dan penyanyi lagu sepakbola bagi Persipura (clip VCD): (1) Persipura Pangaru.. (2) Persipura Reggae (3) Indahnya Persipura – Championsong 2005 (4) Persipura ko itu sudah… dan bagi saudara sekandung Persiwa Wamena: (1) Persiwa memang ko bisa (2) Persiwa Andalanku.